Beranda | Artikel
Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Haid
Senin, 5 Juli 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Musyaffa Ad-Dariny

Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Haid ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, 24 Dzulqa’dah 1442 H / 05 Juli 2021 M.

Download kajian sebelumnya: 40 Permasalahan Seputar Darah Wanita

Kajian Tentang Hal-Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Haid

Pada kajian sebelumnya sudah kita bahas bahwa seorang yang haid diharamkan untuk melakukan ibadah shalat. Dan ini telah disepakati oleh para ulama. Kita juga sudah membahas tentang seorang wanita haid sebelum ashar padahal dia belum shalat dzuhur.

Kita sampai pada kesimpulan bahwa wanita yang seperti ini tidak diwajibkan untuk meng-gadha shalat dzuhurnya. Alasannya adalah karena dia tidak bersalah dan syariat membolehkan kepada kita untuk mengakhirkan shalat dari awal waktunya. Sehingga ketika kedatangan haid sebelum dia melakukan shalat, maka sebenarnya dia tidak melakukan kesalahan sama sekali. Dan datangnya haid juga atas kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga dia tidak diwajibkan untuk meng-qadha shalatnya.

Selesai haid diwaktu shalat yang bisa dijamak

Apabila seseorang kedatangan haid kemudian haidnya berakhir di akhir waktu shalat yang bisa dijamak. Apakah dia diwajibkan untuk melakukan shalat yang waktunya awal ataukah tidak? Contohnya adalah antara waktu dzuhur dan waktu ashar. Ketika ada udzur, maka waktunya bisa dijamak. Begitupula antara waktu maghrib dengan waktu isya’, apabila ada udzur bisa dijamak.

Kalau ada wanita haid yang berhenti haidnya di waktu ashar, apakah dia diwajibkan untuk shalat dzuhur juga? Begitu pula apabila ada seorang wanita yang suci haidnya setelah masuk waktu isya’, apakah dia diwajibkan untuk shalat maghrib juga?

Ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama dalam masalah ini. Mayoritas ulama mengatakan bahwa orang yang seperti ini diwajibkan untuk menjalankan shalat yang diwajibkan di waktu awalnya juga. Misalnya apabila dia sucinya di waktu ashar, maka dia juga diwajibkan untuk menjalankan shalat dzuhurnya. Apabila dia sucinya setelah masuknya waktu isya’, maka dia juga diwajibkan untuk menjalankan shalat maghribnya. Ini pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama berdasarkan sebagian atsar dari sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Berdasarkan alasan bahwa dua shalat tersebut waktunya jadi satu apabila ada udzur, seperti ketika seseorang sakit maka boleh menjamak dua shalat itu dalam satu waktu. Begitupula apabila seseorang shalat di masjid kemudian setelah itu turun hujan, maka dibolehkan bagi mereka untuk menjamak shalatnya. Begitupula ketika safar  (melakukan perjalanan jauh) maka dibolehkan bagi orang yang demikian untuk menjamak shalatnya.

Haid bisa dimasukkan dalam masalah ini karena haid adalah udzur. Sehingga seharusnya wanita yang suci dari haid di waktu yang kedua, maka dia juga wajib untuk menjalankan shalat yang diwajibkan kepada dia di waktu yang pertama.

Ini alasan-alasan yang  disampaikan oleh mayoritas ulama dalam masalah ini.

Pendapat yang kedua adalah yang mengatakan bahwa wanita yang suci di waktu shalat kedua, maka dia tidaklah diwajibkan kecuali menjalankan shalat di waktu yang kedua saja. Misalnya ketika haidnya berhenti dan selesai di waktu ashar, maka dia diwajibkan untuk menjalankan shalat asharnya saja. Apabila ada seorang wanita yang suci dari haidnya di waktu isya’, maka dia hanya diwajibkan untuk menjalankan shalat isya’nya saja.

Pendapat kedua ini berdasarkan keadaan asal ketika shalat waktunya sudah selesai, maka seseorang tidak diwajibkan untuk menjalankan shalat tersebut. Wanita yang di waktu dzuhur dari awal sampai akhir dalam keadaan haid, maka tidak ada kewajiban shalat padanya. Jika dia suci ketika ashar, maka dia melakukan ashar saja.

Pada asalnya shalat itu mempunyai waktunya masing-masing. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا

Sesungguhnya shalat itu diwajibkan atas kaum mukminin berdasarkan waktunya masing-masing.” (QS. An-Nisa`[4]: 103)

Sehingga ketika waktu yang sebelumnya sudah berakhir, maka tidak ada kaitanya dengan waktu yang setelahnya.

Pendapat yang kedua ini yang saya lihat lebih kuat. Karena waktunya sudah berakhir dan waktu setiap shalat itu pada asalnya berdiri sendiri-sendiri.

Lalu bagaimana dengan atsar yang dijadikan sebagai dalil oleh jumhur ulama dari sebagian sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Setelah diteliti, ternyata sanad atsar tersebut tidak kuat. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dalil dalam masalah ini.

Jika ada yang menguatkan pendapat kedua ini, tapi untuk kehati-hatian dia menjalankan juga shalat sebelumnya yang waktunya bisa dikumpulkan, maka tidak ada masalah. Dengan catatan untuk kehati-hatian, bukan untuk mewajibkan. Saya melihat ini pendapat yang bagus. Karena untuk mewajibkannya kita butuh dalil yang lebih kuat dari sekedar atsar yang sanadnya tidak kuat.

Wanita tidak dibolehkan untuk berpuasa

Menit ke-17:28 Wanita yang haid juga tidak dibolehkan untuk menjalankan puasa. Ini juga telah disepakati oleh para ulama. Hanya saja wanita yang haid diwajibkan untuk meng-qadha puasa yang ditinggalkan saat haidnya. Hal ini berbeda dengan masalah shalat yang tidak perlu diqadha.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50356-hal-hal-yang-tidak-boleh-dilakukan-saat-haid/